Rabu, 11 Maret 2009

Inseminasi Intra Uterine (IUI)

TEKNIK & PROSEDUR INSEMINASI INTRA UTERI
Dr. Hasto wardoyo SpOG (K)
Devisi Endokrinologi dan Infertilitas Bagian Obs-Gin FK-UGM,Yogyakarta.
(http://ksuheimi.blogspot.com/2009/02/teknik-prosedur-inseminasi-intra-uteri.html)


Latar Belakang
Inseminasi buatan telah digunakan untuk merawat pasangan infertil selama hampir 200 tahun dan merupakan penanganan untuk faktor suami seperti hipospadias parah, ejakulasi buruk, impotensi neurologis, dan disfungsi seksual. Inseminasi buatan juga telah digunakan sebagai alat untuk mengatasi loligospermia, astenospermia, volume ejakulasi rendah, antibodi antisperma, dan faktor istri seperti faktor servik. Inseminasi menggunakan sperma donor banyak dikerjakan di negara-negara tertentu dan menjadi sangat efektif untuk infertilitas faktor pria yang parah dan tak dapat dibenahi. Sebelum datangnya IVF dan ICSI, inseminasi donor terapeutik adalah satu-satunya pilihan perawatan yang dapat berjalan untuk pasangan dengan infertilitas faktor pria yang berat.
Inseminasi intrauterin (IUI) menggunakan sperma suami telah dilakukan secara luas untuk menangani infertilitas dengan berbagai indikasi seperti faktor infertilitas pada pria, unexplained infertility, gangguan mukus serviks dan gangguan ovulasi. Untuk mendapatkan keberhasilan kehamilan pada IUI biasanya diperlukan sinkronisasi dengan ovulasi alami, atau dengan stimulasi siklus ovarium. Selain itu dilakukan pemisahan atau pencucian sperma, sebelum dimasukkan ke dalam kavum uteri. Secara keseluruhan keberhasilan IUI bervariasi dengan keberhasilan hamil antara 5 sampai 26% per siklus.
Inseminasi buatan bisa dilakukan dengan menampung sperma dalam cervical os atau langsung dalam uterus, tapi IUI sekarang hampir dilakukan secara universal, karena beberapa alasan. Pertama, inseminasi cervic tidak memberikan keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan berhubungan badan. Kedua, meski preparasi sperma membatasi jumlah volume (dan karenanya membatasi jumlah sperma),akan tetapi IUI dengan konsentrasi sperma "tercuci" (tanpa plasma semen) mengeluarkan sebagian besar sperma dalam sebuah ejakulai. Dalam sebuah meta-analisis yang meliputi 12 penelitian terpisah yang melibatkan hampir 700 perempuan dan lebih dari 2.000 siklus inseminasi, secara keseluruhan angka kehamilan per sikluas adalah 18% untuk perempuan yang menerima IUI, dibandingkan dengan 5% perempuan yang menerima inseminasi cervic; dengan mempertimbangkan hanya 10 penelitian dimana sperma donor beku digunakan, angka kehamilan per siklus dengan IUI adalah lebih dari dua kali inseminasi cervic (2,63, CI=1,85-3,73). Analisis sebelumnya yang meliputi 7 penelitian menghasilkan hasil serupa (2,4, CI=1,5-3,8).

Indikasi IUI
• Indikasi IUI bisa disebabkan oleh karena ketidakmampuan ejakulasi intravagina seperti pada hipospadia, impotensia, retrograd ejakulasi, simpan beku sperma karena penyakit keganasan suami.
• Abnormalitas factor sperma seperti oligospermia, asthenospermia,- teratospermia
• Unexplained infertility
• Faktor serviks mucus serviks jelek dengan tes pasca senggama jelek, adanya antisperm antibody pada pria dan wanita
• Suami istri pisah karena pekerjaan masing-masing
• Istri dengan HIV negative dan sementara suami HIV positif.
(Aboubakr M, 2004; RCOG Guideline, 2004)

Teknik IUI
a. Induksi Ovulasi
Stimulasi ovarium dengan klomifen sitrat atau gonadotropin eksogen umumnya digabungkan dengan IUI dalam penanganan pasangan infertilitas faktor perempuan, berdasarkan pada observasi bahwa fecundabilitas siklus (probabilitas kehamilan per siklus) lebih tinggi dibandingkan dengan IUI atau stimulasi ovarium saja. Fecundabilits siklus yang terlihat dalam siklus inseminasi donor terapeutik yang distimulasi klomifen adalah 6-13%, yang menunjukkan bahwa stimulasi klomifen hanya memiliki sedikit nilai tambah.


Sebaliknya, stimulasi gonadotropin eksogenus meningkatkan fecundabilitas siklus dalam siklus inseminasi sekitar 14-24%. Kesimpulannya, stimulasi gonadotropin bisa juga diharapkan untuk meningkatkan fecundabilitas siklus ketika IUI dilakukan menggunakan sperma pasangan infertil. Akan tetapi, karena kualitas sperma pasangan infertil yang lebih buruk bisa menjadi faktor pembatas, sehingga stimulasi gonadotropin mungkin memiliki nilai yang lebih rendah pada kelompok sperma pasangan dari pada siklus inseminasi sperma donor. Ketika IUI dalam siklus spontan atau induksi klomifen gagal (sekitar 3-4 siklus) atau ketika pasangan wanita berusia lebih dari 35 tahun, maka stimulasi gonadotropin eksogenus akan meningkatkan kemungkinan berhasil.


b. Preparasi sperma
Persiapan sperma berupa membuat konsentrat sperma yang aktif motilitasnya dalam volume tertentu dan cairan kultur. Teknik laboratorium untuk proses pencucian sperma tergantung keahlian petugasnya. Metode yang sederhana berupa mencuci semen dalam medium kultur (dengan sentrifus dan mengumpulkan pellet). Metode swim up dengan teknik layering merupakan medium kultur special yang diletakkan diatas tabung tes semen. Kualitas sperma yang baik akan berenang ke atas permukaan medium kultur dalam 45 sampai 60 menit, sperma yang ada dipermukaan medium diambil untuk dimasukkan kedalam kavum uterus. Metode yang lebih canggih menggunakan density gradient column. Dilakukan pemisahan kualitas aperma yang baik dari sperma yang motilitasnya kurang baik, dan plasma seminal, karena lebih ringan dari sperma yang motil. Ini cara terbaik untuk memperbaiki motilitas sperma dan merupakan teknik standart yang digunakan sekarang terutama bila kualitas sperma jelek.
Perkembangan metode preparasi sperma seperti teknik pencucian dan renang atas (wash and swin-up) serta penggunaan Percoll bertingkat, telah menjadikan para ahli infertilitas menggunakan cara ini sebagai pilihan utama dalam menjalankan teknologi rekayasa konsepsi terhadap para wanita infertile dengan tuba fallopii yang paten. Dengan menggunakan sperma preparasi pada prosedur inseminasi buatan, dapat menurunkan efek samping seperti kram, kollaps dan infeksi.


c. Prosedur IUI
Setelah proses induksi ovulasi atau siklus alami mendapatkan folikel dan ketebalan endometrium yang cukup, maka bias segera diberikan hormone HCG dan inseminasi dilakukan antara 32 s/d 40 jam berikutnya.
Specimen sperma kemudian dimasukkan ke dalam uterus dengan menggunakan kateter kecil yang dilewatkan melalui kanalis servikalis. Prosedur ini hanya memerlukan waktu 15 menit, setelah itu dapat melakukan aktifitas seperti biasa. Pada beberapa kasus didapatkan sedikit perdarahan dan kram pada perut, jarang terjadi infeksi dan reaksi alergi setelah IUI. Reaksi alergi yang terjadi sebagai respon inseminasi berupa gatal pada vagina hingga anapilaktik syok.
Pada inseminasi buatan, teknik ini paling sering dikerjakan. Menggunakan 0.3-0.5 ml sperma yang telah dicuci dan dipreparasi dan diinjeksikan langsung ke dalam kavum uteri. Jika digunakan untreated sperm atau volume washed sperm yang lebih banyak dari 0.5 ,l sering menyebabkan kram.
Sebelum melakukan IUI, direkomendasikan adanya pembersihan lendir berlebih yang mungkin menyumbat ujung pipa. Ujung pipa inseminasi kemudian hanya disisipkan ke dalam cervical os dan perlahan-lahan diteruskan ke dalam rongga uterus. Berbagai pipa khusus yang memiliki rigiditas beragam tersedia dari sumber-sumber komersial dan beberapa diantaranya bisa digunakan. Desain yang meliputi stiffer moldable outer sheath atas pipa dalam yang lebih atraumatik dan fleksibel adalah yang paling serbaguna (versatile). Spesimen inseminasi (sekitar 0,5 mL) harus dimasukkan perlahan-lahan selama 10-30 detik. Meskipun tidak ada data yang mengindikasikan bahwa ini bermasalah, biasanya ini mengharuskan pasien tetap terlentang selama sektiar 15 menit setelah inseminasi.
Penentuan Waktu dan Teknik

IUI seharusnya ditentukan waktunya bertepatan dengan waktu ovulasi spontan atau induksi. Sperma normal bisa bertahan hidup dalam sistem reproduksi perempuan dan tetap dapat membuahi telur sampai minimal 3 hari, tapi oosit bisa dibuahi dengan sukses hanya selama 12-24 jam setelah dikeluarkan. Dalam pasangan fertil normal, probabilitas pembuahan naik secara progresif melebihi interval 5-6 hari dan mencapai puncak ketika terjadi hubungan badan pada hari sebelum hari ovulasi.
Berbagai metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi ovulasi dan memastikan bahwa IUI ditentukan waktunya secara optimal. Ovulasi umumnya bisa diharapkan terjadi pada hari sebelum siklus tengah naik dalam suhu badan basal (BBT) atau 14-26 jam setelah gelombang LH uriner pertama kali dideteksi. Dalam siklus natural dan stimulasi klomifen, metode yang paling praktis dan dapat diandalkan untuk penentuan waktu IUI meliputi pengawasan LH uriner yang mulai sekitar 3 hari sebelum ovulasi dan inseminasi yang diharapkan pada hari setelah deteksi gelombang LH. Ketika ovulasi dipicu oleh injeksi hCG eksogenus dalam siklus natural atau stimulasi, IUI umumnya paling baik dilakukan sekitar 32-40 jam kemudian.
Jumlah Inseminasi
Meskipun beberapa orang menganjurkan bahwa dua inseminasi (12 dan 34 jam setelah ovulasi induksi hCG) menghasilkan fecundabilitas siklus lebih tinggi dari pada IUI tunggal, penelitian yang dirancang serupa tidak menemukan kelebihan itu. Sebuah meta-analisis yang meliputi tiga percobaan paralel terkontrol acak yang melibatkan hampir 400 pasangan menyimpulkan bahwa data yang tersedia tidak memungkinkan kesimpulan yang pasti. Dua penelitian tentang fecundabilitas siklus setelah inseminasi donor terapeutik menunjukkan bahwa dua inseminasi tak lebih efektif dari pada satu.
Sebagian besar perempuan yang mengikuti inseminasi donor berhasil hamil dalam 4-6 siklus inseminasi. Angka konsepsi kumulatif setelah sampai 12 siklus inseminasi mencapai 75-80%, tapi sekitar 50% lebih rendah untuk yang memiliki faktor infertilitas lain. Jumlah siklus yang ditawarkan harus mempertimbangkan pengaruh usia pasangan wanita, faktor infertilitas lain yang ada, durasi infertilitas, kualitas spesimen inseminasi, dan jumlah folikel praovulasi masak ketika diindikasikan juga jenis stimulasi ovarium yang digunakan.

d. Pemilihan Kateter IUI
Beberapa tipe kateter tersedia untuk IUI dan transfer embrio. Perbedaannya pada diameter lubang distal dan konsistensi ujungnya (keras atau lunak). Hal ini berpengaruh bila kateter ujung lunak sedikit mengakibatkan kerusakan dari endometrial line dan mengurangi kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan keluarnya sperma setelah IUI.
Sejauh ini pengaruh kedua tipe kateter, yaitu kateter ujung lunak Wallace (Marlow, Willoughby, USA) dan ujung keras kateter Tom Cat (Tom Cat catheter, Sherwood Medical, St. Louis, USA) angka kehamilan rata-rata per siklus pada IUI dinilai pada dua penelitian (Lavie et al., 1997; Smith et al., 2002). Penelitian ketiga menggunakan kateter yang lain yaitu, kateter ujung lunak Soft-Pass (Cook, Spencer, USA) dan kateter ujung keras Tom Cat (Kendall Sovereign, Mansfield, USA) (Miller et al., 2005). Peneliti pertama (Lavie et al., 1997) secara prospektif tidak secara RCT dan menilai efek dari tipe kateter pada endometrial three-layer pattern dan angka kehamilan rata-rata per siklus IUI 102. Walaupun total kerusakan endometrial three-layer pattern sangat rendah pada kelompok kateter ujung lunak [12.5% (4/32)] dibandingkan kelompok kateter ujung keras [50% (40/80)], sedangkan angka rata-rata kehamilan per siklus sama pada kedua kelompok.
Peneliti kedua dengan menggunakan sampel lebih besar (n = 747 IUI cycles) dan RCT (Smith et al., 2002), angka kehamilan rata-rata per siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak (16%) dan kelompok kateter ujung keras (18%). Peneliti ketiga (Miller et al., 2005), secara prospektif dan RCT dengan 100 pasien. Tidak perbedaan bermakna pada angka kehamilan rata-rata per siklus pada kelompok kateter ujung lunak dan kelompok kateter ujung keras.
Gold standart keberhasilan ART adalah kelahiran hidup rata-rata per siklus dan kelahiran hidup kembar rata-rata per siklus atau total jumlah kelahiran hidup tidak disebutkan pada penelitian ini (Lavie et al., 1997; Smith et al., 2002; Vermeylen A.,et al., 2006)
Prosedur IUI menggunakan kateter untuk memasukkan sperma yang telah dicuci melewati barier mucus serviks ke dalam kavum uterus dan meningkatkan konsentrasi sperma untuk fertilisasi sehingga angka kehamilan per siklus meningkat.(Hughes, 1997).
Several faktors have been accepted as being prognostic to the success of IUI treatments. These include the woman's age, cause of infertility, sperm volume and quality, and controlled ovarian stimulation (Sahakyan et al., 1999; Duran et al., 2002).
Systematic review and meta-analysis yang dipublikasikan mengenai penggunaan kateter ujung lunak merupakan faktor yang menentukan keberhasilan embrio transfer (Abou-Setta et al., 2005).
Sebaliknya dampak pemilihan tipe kateter pada program ART jarang diteliti dan data perbandingan perbedaan tipe kateter pada IUI sangat terbatas. Bebarapa penelitian membandingkan perbedaan kateter pada IUI, tetapi disain penelitiannya hanya observasional, retrospektif atau prospektif, sedikit yang RCT.
Dibawah ini review tentang perbandingan tipe kateter IUI (Ahmed M, et al. 2006).


e. Faktor-faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan IUI
Beberapa faktor prognostik keberhasilan IUI diantaranya, usia wanita, ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi, etiologi dan lama infertil, persentasi morfologi sperma normal, jenis dan persentasi motilitas sperma dan jumlah total sperma motil yang diinseminasi.(Farimani M, Amiri I, 2007)
Usia Ibu. Usia ibu adalah variabel kunci dalam seluruh pasangan infertil. Bahkan ketika sperma donor digunakan, probabilitas kesuksesan menurun secara progresif sesuai dengan peningkatan usia ibu. Fecundabilitas siklus dan angka kehamilan kumulatif (setelah hingga 7 siklus) pada perempuan berusia di bawah 35 tahun yang diinseminasi dengan sperma donor (0,20, 88%) sama dengan yang terlihat pada pasangan fertil normal tapi lebih rendah untuk perempuan berusia antara 35 - 40 tahun (0,12, 65%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun (0,06, 42%). Keberhasilan hamil juga menurun pada mereka yang memiliki riwayat keluarga menopause dini, bedah ovarium sebelumnya, kemoterapi, atau radiasi, dan ketika dia adalah perokok atau sebelumnya kurang respon terhadap stimulas gonadotropin eksogenus.



Total Jumlah Sperma Motil. Probabilitas IUI yang berhasil meningkat seiring jumlah total sperma motil yang diinseminasi. Hasil terbaik dicapai ketika jumlah total sperma motil melampaui ambang batas sekitar 10 juta. Jumlah yang lebih tinggi tidak lebih jauh meningkatkan kemungkinan sukses, dan IUI sangat jarang berhasil ketika jumlahnya kurang dari 1 juta total sperma motil diinseminasi. Dengan menggabungkan hasil dari 2 ejakulasi yang diperoleh sekitar 4 jam terpisah mungkin meningkatkan angka sperma yang tersedia dari pria oligospermik.
Seperti hasil yang terlihat dalam siklus IVF, probabilitas sukses dengan IUI naik sesuai persentase sperma normal secara morfologis. Angka kesuksesan dengan IUI paling tinggi ketika 14% atau lebih sperma memiliki morfologi normal, menengah ketika nilainya antara 4% dan 14%, dan secara umum sangat buruk ketika kurang dari 4% sperma normal. Karena itu, secara umum pasangan dengan infertilitas faktor pria yang melibatkan teratospermia parah (kurang dari 4% sperna normal) mungkin paling baik disarankan menerapkan sumber daya yang tersedia untuk IVF dan ICSI ketika hal itu memungkinkan.
f. Faktor teknik yang mempengaruhi keberhasilan IUI
Penggunaan dan jenis stimulasi ovulasi, waktu dan jumlah inseminasi. Faktor –faktor tersebut telah dibicarakan secara terinci di atas.



Kesimpulan
- Prosedur dan teknik IUI relative sederhana, non -invasive, nurah dan mudah untuk diulang-ulang.
- Hati-hati dan harus cermat dalam menentukan seleksi pasien, jenis induksi ovulasi maupun saat yang tepat dilakukan IUI.
- Belum ada bukti yang cukup cost-effective IUI untuk unexplained, mild, moderate male factor sub fertility.
- Jenis kateter tidak mempengaruhi keberhasilan kehamilan pada IUI
- Bila gagal dalam 4-6 siklus IUI maka diindikasikan untuk dilakukan IVF.


DAFTAR PUSTAKA

1. Farimani M., Amiri I., Analysis of prognostic faktors for successful Outcome in patients undergoning intrauteruine insemination. Acta Medica Iranica, 2007; 45 (2): 101-7.
2. Aboubakr M., Intrauterine insemination. Middle East Fertility Society Journal, 2004; 9 (2): 101-6.
3. Vermeylen A., D'Hooghe T., Debrock S., Meeuwis L., Meuleman C., Spiessens C. The type of catheter has no impact on the pregnancy rate after intrauterine insemination: a randomized study. Hum Repro 2006; 21 (9): 2364–7.
4. Ahmed M., Mansour T., Al-Inany G., Aboulghar A., Ahmed Kamal, Gamal I. Intrauterine insemination catheters for assisted reproduction: a systematic review and meta-analysis. Hum. Reprod. May 4, 2006: 1-7
5. RCOG, Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems. Clinical Guideline for the NHS. February 2004

3 komentar:

  1. Selamat siang Dokter anton

    Perkenalkan nama saya sudah menikah selama 2th dan pada tanggal 22 Okt 2014 lalu saya melakukan inseminasi pertama ( mens saya tgl 5 okt ) dengan sel telur uk 20mm (1 sel telur sebelah kiri) dan sperma 3,1 juta , saya di vonis oleh dokter spog mempunyai pcos ( siklus mens saya akhir akhir ini menjadi 45 hari -+) padahal sblm menikah siklus mens saya 28 hari teratur berat badan saya 67 kg tinggi 154cm , dengan umur saya 27 th suami 32th.

    Setelah iseminasi saya diberikan obat antibiotik dan duphaston untuk diminum selama 20hr , yang ingin saya tanyakan dokter :

    1. Saya merasakan keram perut selama 5 hari sesudah inseminasi hanya dibagian sebelah kiri, apakah itu normal?

    2. Bagaimana ciri ciri keberhasilan dari inseminasi

    3. Apakah ada efek samping akibat inseminasi untuk bayi saya apabila proses inseminasi saya berhasil?

    4. Apabila inseminasi saya gagal untuk 1x ini saya berminat untuk inseminasi di RS tempat dokter berkerja, boleh saya tau dimana dokter praktek dok?

    Demikian 4 pertanyaan saya dok dan besar harapan saya untuk dokter membalas pertanyaan saya seputar inseminasi .

    Terima kasih Dokter untuk perhatiannya


    Salam


    BalasHapus