Kamis, 19 Maret 2009

Dampak Pembangunan dengan Mengabaikan Lingkungan

Rabu, 22 Agustus 2007
Dampak Pembangunan dengan Mengabaikan Lingkungan
Oleh : Anton D. Wongso
(http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=141867)


SEBAGAI negara yang sedang membangun Indonesia dihadapkan pada kenyataan masih harus bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbaharui. Perekonomian mulai bergeser dari pertanian ke industri yang menghasilkan limbah yang cukup banyak dan berbahaya bagi kesehatan sebagai radikal bebas yang merupakan "racun" bagi tubuh manusia.

Untuk membangun tentu memerlukan dana yang tidak sedikit, oleh undang-undang dasar 1945 mengenai perekonomian mengamanatkan bahwa sumber daya alam dipergunakan untuk kepentingan rakyat banyak, namun baik pemerintah dan rakyat mengeksploitasi tanpa memperhatikan lingkungan. Hal ini tercermin dari pemberian kontrak karya bagi pertambangan asing seperti di gunung Erstberg-Grassberg di Papua yang oleh suku Amungme dan Kamoro "mengkramatkan" gunung yang menjulang tinggi sebagai "mahkota mama" yang senantiasa menyediakan makanan bagi anak-anaknya sekarang mahkota tersebut telah berlubang karena isinya terus dikuras seperti "piramida terbalik", juga ancaman pertambangan emas tanpa izin yang terkesan dibiarkan untuk "sesuap nasi dan sebatang rokok".

Kasus kerusakan lingkungan selalu tertuju pada pengalaman negara Jepang yang berkembang pesat perekonomiannya terjadi malapetaka dengan munculnya fenomena penyakit "aneh" di sebuah desa nelayan yang bernama minamata. Pembuktian secara epidemiologi memerlukan waktu yang panjang dalam sebuah kesimpulan mengenai penyebab fenomena yang terjadi. Merkuri (Hg) yang terbuang ke alam bebas akan seperti lingkaran "setan" bersirkulasi dan berakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup dalam "rantai makanan". Sebagai logam berat yang toksik, dapat mengenai susunan saraf pusat, terjadi retardasi mental, teratogenik pada janin, maupun tidak terjadinya "orgasme" sehingga tubuh manusia tidak terelaksasi karena pada saat itu tubuh tidak mengeluarkan endorphin yang sekitar 100 kali lebih poten dibandingkan preparat morfin, sehingga dalam konsep "psikoneuroimunologi" akan berdampak pada penurunan imunitas tubuh manusia.

Dalam UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengakui bahwa hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat disamping kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan pencemaran-perusakan lingkungan. Yang sejalan dengan pola pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menurut batasan Brundtland bahwa pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan. Namun diatas masih sulit terealisasi karena aspek ekonomi sesaat masih menjadi prioritas utama.

Kerugian oleh karena pencemaran-perusakan lingkungan secara ekonomi berdampak sangat besar dalam kalkulasi yang pernah dibuat pada kasus yang terjadi di Jepang, bahkan Jepang yang telah mengalami pahitnya kerusakan lingkungan yang terjadi memindahkan banyak industrinya ke negara lain, termasuk Indonesia.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai sejak lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, perlu lebih di dorong untuk menggunakan dan mengekploitasi sumber daya alam yang bisa diperbaharui, untuk kesejahteraan rakyat seperti sektor-sektor yang bisa menjadi sumber pendapatan tidak terbatas seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, ekowisata dan sebagainya. Mengurangi pencemaran udara (partikel debu,gas SO2, gas NO2, gas CO, gas NH3, gas hidrokarbon), air, tanah dan pengerusakan lingkungan sehingga manusia dan alam dapat berinteraksi timbal balik secara "positif".

Mari Ingatlah "Think Globally, Act Locally" dan dalam rangka peringatan HUT RI ke 62, tanah air Indonesia bukan "tanah pusaka" yang diwariskan melainkan "tanah titipan" yang harus dijaga dan dilestarikan untuk mencapai amanat yang dicita-citakan sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar